Salah apa Jakarta?
Salah siapa, sehingga membuatku begitu membencinya, tidak sebenar-benarnya benci. Berani untuk menemuinya pun tidak. Pengecut emang! Hanya mendengar cerita dan testimoni beberapa teman yang telah lebih dulu mengarungi Jakarta; kerasnya, panasnya, dan rindunya. Cerita yang lainnya membanggakan, kota yang katanya tempat untuk mencari uang, kotanya para pemberani, dan berani mati.
Kamu pasti akan bilang “wajar” ketika tau aku tinggal dimana? Saat ini aku tinggal di Bandung, sejak 2013 aku mencintai Bandung beserta isi dan kenangannya. Rivalitas dua kota ini memang sudah bukan rahasia, dramatisasi dunia sepak bola membuat Bandung – Jakarta seolah musuh abadi. Menurutku itu tak perlu, rivalitas hanya perlu selama bola bergelinding di lapangan 90 menit kali dua, selebihnya kita tetap bersaudara.
Lalu apa yang membuatku begitu tidak (belum) suka dengan Jakarta?. Karena aku belum berani untuk mencoba dan membuka hati saja. Beberapa kali menolak ajakan kerja di Jakarta, dengan alasan; beberapa temanku pun bercerita tentang kerja di Jakarta keluh kesah mereka lontarkan, akan tetapi beberapa kali juga mereka tetap mengajakku ke Jakarta. Entah apa itu namanya, benci tapi sayang? mungkin.
Sampai pada akhirnya, “setiap jalan untuk menghindari takdir adalah jalan menuju takdir” Sujiwo Tejo. Dalam hati yang paling dalam aku penasaran, untuk membuka hati dan mencintai Jakarta. Bulan Juli 2022 mungkin akan menjadi bulan terakhir aku bekerja dan menetap di Bandung, karena tepat pada 1 Agustus 2022 aku akan menjadi Pengembara Jakarta. TIdak ada sama sekali hasrat untuk menaklukkan Jakarta, aku hanya perlu untuk bersahabat dengan Jakarta.
Mempertimbangkan banyak hal, berkompromi dengan hati, diri sendiri juga orang-orang terdekat untuk berani mengambil keputusan ke Jakarta. Aku sendiri yang akan membuktikkan, pantas kah aku sebenci itu pada Jakarta? atau sebenarnya aku cinta tapi belum pernah mencoba. Apa yang akan menjadi pembeda dengan kota-kota lain yang sebelumnya aku singgahi? atau semua sama saja, aku saja yang hanya perlu bersahabat dengannya, seperti aku selalu merindukan Brebes kota kelahiran dan masa kecilku, kota Bogor yang ternyata rumah bagiku, kota Kediri yang penuh dengan kenangan remaja, atau Jogja yang selalu membawa nostalgia, dan atau Bandung kota yang akan selalu ada di hati, sampai mati.
Cerita ini akan aku lanjutkan ketika sudah beberapa hari, minggu, bulan atau bahkan tahun di Jakarta. Sampai bertemu kembali.
Salam,
Bandung, 13 Juli 2022