Lelaki di Tepian Gelombang Politik

Istimewa

gambar dari @komikluks

Sayang, sepertinya kita sedang dalam masa yang genting

Mereka bilang ini semua penting, demi Bangsa dan Negera.

Sayangnya aku sudah tidak percaya.

 

Kejutan yang tidak mengejutkan dimana-mana.

Banyak yang datang dengan modal perasaan merasa tersakiti.

Mereka yang lainnya bilang; ini adalah seni.

Semuanya cair dan bisa saja terjadi.

 

Aku tak ingin berkata kotor untuk kali ini.

Sudah banyak yang dengan senang hati mewakili.

Aku hanya ingin menatapmu untuk sesekali.

Untuk yang ini aku tak ragu datang dengan bekal perasaan.

Tersakiti atau tidak sudah kuserahkan.

Sayang, akan kah kita tetap bercinta meskipun kita berbeda pilihan?

 

 

Bandung, 2018

 

Jeda,

Tag

Begitu sangat terasa, sudah hampir satu bulan aku diberi kesempatan untuk menikmati jeda. Tentu bukan keinginan sendiri, Tuhan dengan MurahNya memberikan kesepatan yang seharusnya lebih kusyukuri dan kunikmati. 

Satu minggu pertama, masih seperti libur panjang, nikmat dan rehat. Dua minggu setelahnya bosan mulai membisikiku, sampai di minggu ketiga dan keempat, mulai ternginang kalimat “mau sampai kapan?”, sampai sini paham kan? 

Tetap berusaha, membuka segala pintu memilah setiap yang hendak masuk dan menjadi bagianku. Terus percaya padaNya, meski gaji tak datang bulan ini, tapi rejeki selalu hadir di setiap hari. Belum tuntas kucerita tentang Duren Tiga, aku dengan lapang dada melepasnya, memberi ruang kenangan pada ingatan tentang Duren Tiga. 

Cibinong, 24 Oktober 2022

Satu Bulan Lebih di Duren Tiga

Tag

, , , , ,

Zona nyaman memang berbahaya, aku sudah mulai menikmati keadaan dan situasi di sini. Nyaman, sampai lupa untuk kembali menulis untuk satu bulan di Duren Tiga. 

Sudah lebih dari satu bulan ternyata, seharusnya senyaman dan sesibuk apapun setidaknya kusediakan waktu untuk menulis, sampai pada detik ini aku kembali menulis semoga belum terlambat untuk menepati janji, kepada diriku sendiri. 

    Di pagi hari di depan stasiun Duren Kalibata, aku menunggu ojek online untuk mengantarkanku ke kantor. “Mas, ini bener ya ke Duran tiga?” tanya orang yang mengantarku. “Betul, Pak. Nanti di kanan jalan ya” jawabku. Dan sini lah pertanyaan yang sering kali kuterima dari beberapa driver ojek online ketika menjemput atau mengantarkanku dari dan ke kantor; “Mas, di sini ya yang ada kasus polisi tembak polisi?”. Tentu saja aku jawab “iya” bahkan kalau sempat melewatinya aku tunjukkan gerbang yang menuju rumah TKP tersebut. Beberapa bulan ke belakang kasus ini ramai sekali dibicarakan, sampai detik ini kasusnya masih juga belum selesai datang hilang bergantian dengan ramai berita Pertalite dan Pertamax harga naik, Hacker Bjorka yang membongkar beberapa identitas petinggi, Pesulap Merah Vs kelompok dukun, bahkan berita penolakan pembangunan gereja di Cilegon. Kasusnya mulai meredup, entah sengaja mulai dipaksa lupa atau sedang mengolah yang lainnya. 

    Aku pun baru tahu kalau di sini dekat sekali dengan markas Slank di jl Potlot III Kalibata, rasanya ada kebanggan tersendiri setiap hari melewati gang bersejarah bagi permusikan di Indonesia, tempat lahirnya sebuah band yang banyak memberi pengaruh baik bagi diriku, maupun bagi yang lainnya. Hanya saja sampai saat ini aku belum berkesempatan untuk mengunjunginya, semoga segera berkunjung. 

    Tidak sampai di sini, aku dibuat terkejut ketika pulang kerja melihat sebuah bangunan besar bernama Crooz Shophouse dan Boxpark. Seketika aku pun dibuat sadar, kalau tulisan yang sering kutemui di kaos produksi Crooz ada kalimat “Durtig” semula kukira bahasa asing, ternyata kependekan dari Duren Tiga tempat mereka lahir dan sampai saat ini masih di tempat yang sama. Brand ini sangat berkesan buatku, salah satu brand yang menemaniku semasa SMA bahkan sampai saat ini, kedekatan brand ini dengan musik-musik genre pop punk, emo, underground, rock dsb membuat brand ini banyak dilirik para penggemar musik, terlebih pada saat itu para idola kami mengenakan brand Crooz. Sekarang hampir setiap hari aku melewatinya, sesekali mampir untuk membeli kopi di sana, karena Crooz sekarang tidak hanya berdiri sebagai clothing brand, tapi juga merambah ke FnB yang juga terdapat skatepark di dalamnya. Keren! 

    Sudah ya, aku bingung mau nulis apalagi. Aku menulis ini pun dengan otak yang berkenala mencoba mengingat apalagi yang aku temui sebulan terakhir, banyak yang sudah mulai lupa, dan itu lah bahayanya jika tidak segera diabadikan dalam tulisan. 

Durtig, 14 September 2022

Hampir Satu minggu di Duren Tiga 

Tag

, , , , , , ,

Hari ini, adalah hari hampir satu minggu aku bekerja di Jakarta. 

Ada banyak yang sudah aku dapatkan selama satu minggu kerja di Jakarta, salah satunya adalah pinggang yang sudah mulai pegal dan kaki yang gemetar terlalu lama berdiri di KRL dan lutut terpapar angin malam terlalu kencang. Jadi biar kuceritakan, perjalananku dari rumah ke kantor kurang lebih dua jam sekali berangkat. Sekitar 45 menit dari rumah ke stasiun kota Bogor, untuk kemudian menyimpan motor di sana dan beralih ke KRL Bogor line tujuan Jakarta Kota, turun di stasiun Duren Kalibata 60 menit perjalanan. Belum selesai sampai di situ, aku harus mengandalkan internet untuk memanggil ojek online untuk menuju ke kantor yang kurang lebih 10 menit perjalan dari stasiun Duren Kalibata ke kantorku saat ini. Nikmat, sungguh aku masih menikmati perjalanan. 

Di hari pertama kerja, Senin 1 Agustus 2022 satu hari penuh dengan pengamatan dan perkenalan, mengamati setiap ruang, orang, dan mengenalkan diri pada alam di sini. Tidak perlu lama untuk beradaptasi, semua berjalan begitu cair dan mudah dimengerti. 

Dan yang menarik di sini adalah tanpa perlu ada statement di awal “di sini kita kerja dengan sistem kekeluargaan” tapi sudah langsung terlihat di lingkungan sehari-hari, beda dengan beberapa tempat lainnya yang dengan bangga dan beberapa kali ditekankan kalau di tempat kerja ini menjunjung tinggi kekeluargaan, tapi pada kenyataanya justru digunakan sebagai senjata untuk memutus profesionalisme, semena-mena karena seolah keluarga, kadang juga dengan penuh drama hahaha 

Ada juga yang sama merasakannya? 

Aku juga masih belum juga terbiasa dengan gedung-gedung tinggi, dan macet yang jauh melebihi Bogor dan Bandung, di jalanan yang tak kenal plat nomor, semua sama dan semua terburu-buru menuju dikejar waktu. Setiap kali aku diantar ojek online menuju stasiun, aku selalu saja bergumam “ya Allah gak mau aku tua di sini” saking giruk pikuknya masih belum bisa aku terima. 

Tapi tetap saja aku tidak berani untuk bersumpah serapah sembarangan, karena aku tak perlu berambisi untuk menaklukan Jakarta, aku hanya cukup untuk bersahabat dengan Jakarta. 

Sudah dulu ya, nanti lanjut lagi. Mau persiapan salat jum’at hehe 

Benci Jakarta (?)

Tag

, , , , , ,

Salah apa Jakarta? 

Salah siapa, sehingga membuatku begitu membencinya, tidak sebenar-benarnya benci. Berani untuk menemuinya pun tidak. Pengecut emang! Hanya mendengar cerita dan testimoni beberapa teman yang telah lebih dulu mengarungi Jakarta; kerasnya, panasnya, dan rindunya. Cerita yang lainnya membanggakan, kota yang katanya tempat untuk mencari uang, kotanya para pemberani, dan berani mati. 

Kamu pasti akan bilang “wajar” ketika tau aku tinggal dimana? Saat ini aku tinggal di Bandung, sejak 2013 aku mencintai Bandung beserta isi dan kenangannya. Rivalitas dua kota ini memang sudah bukan rahasia, dramatisasi dunia sepak bola membuat Bandung – Jakarta seolah musuh abadi. Menurutku itu tak perlu, rivalitas hanya perlu selama bola bergelinding di lapangan 90 menit kali dua, selebihnya kita tetap bersaudara. 

Lalu apa yang membuatku begitu tidak (belum) suka dengan Jakarta?. Karena aku belum berani untuk mencoba dan membuka hati saja. Beberapa kali menolak ajakan kerja di Jakarta, dengan alasan; beberapa temanku pun bercerita tentang kerja di Jakarta keluh kesah mereka lontarkan, akan tetapi beberapa kali juga mereka tetap mengajakku ke Jakarta. Entah apa itu namanya, benci tapi sayang? mungkin. 

Sampai pada akhirnya, “setiap jalan untuk menghindari takdir adalah jalan menuju takdir” Sujiwo Tejo. Dalam hati yang paling dalam aku penasaran, untuk membuka hati dan mencintai Jakarta. Bulan Juli 2022 mungkin akan menjadi bulan terakhir aku bekerja dan menetap di Bandung, karena tepat pada 1 Agustus 2022 aku akan menjadi Pengembara Jakarta. TIdak ada sama sekali hasrat untuk menaklukkan Jakarta, aku hanya perlu untuk bersahabat dengan Jakarta. 

Mempertimbangkan banyak hal, berkompromi dengan hati, diri sendiri juga orang-orang terdekat untuk berani mengambil keputusan ke Jakarta. Aku sendiri yang akan membuktikkan, pantas kah aku sebenci itu pada Jakarta? atau sebenarnya aku cinta tapi belum pernah mencoba. Apa yang akan menjadi pembeda dengan kota-kota lain yang sebelumnya aku singgahi? atau semua sama saja, aku saja yang hanya perlu bersahabat dengannya, seperti aku selalu merindukan Brebes kota kelahiran dan masa kecilku, kota Bogor yang ternyata rumah bagiku, kota Kediri yang penuh dengan kenangan remaja, atau Jogja yang selalu membawa nostalgia, dan atau Bandung kota yang akan selalu ada di hati, sampai mati.  

Cerita ini akan aku lanjutkan ketika sudah beberapa hari, minggu, bulan atau bahkan tahun di Jakarta. Sampai bertemu kembali. 

Salam,

Bandung, 13 Juli 2022

Ada Apa Setelah Angka 6?

Tag

,

number-1920563_960_720

Ada apa setelah angka 6?

Ya ada angka 7 dong!!! Iya jika aku menggunakan cara berhitung konvensional, begitulah urutannya.

Baru-baru ini aku sadari selalu ada misteri setelah angka 6, dan itu pun hanya berlaku untukku sendiri. Angka 6 dilambangkan sebagai angka yang tidak lagi sedikit, pun tidak begitu banyak. Angka 6 melambangkan sebuah perjuangan.

 

Dan ini lah yang terjadi pada diriku:

♠ Kehidupanku mulai terbuka lebar setelah aku menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD), karena setelah itu aku langsung dikirim oleh orang tuaku untuk merantau di kota belum pernah kukunjungi sebelumnya bahkan masih terdengar asing di telingaku pada saat itu. Setelah enam tahun tinggal di desa kelahiranku, bermain dan belajar di lingkungan yang selalu membuatku merasa aman karena rumah ada di sana, aku menjadi orang asing di Bogor, bahkan sebagai minoritas di tengah anak-anak Jabodetabek.

Apa yang terjadi setelah itu?

Aku membuka semua indera di sana, mengenal semua hal baru, pergaulan dan pengalaman baru, setelah enam tahun bersekolah di desa. Apa aku berhenti di Bogor? Mungkin nanti. Tapi setelah itu aku menjadi lapar dan ingin mencoba pengalaman-pengalaman baru di tempat yang baru. Beberapa bulan sempat di Bandung, untuk kemudian SMP pergi jauh lagi ke tempat yang begitu asing, Ploso Kediri Jawa Timur.

Kembali kuselami lingkungan yang baru, jauh berbeda dengan lingkungan sebelumnya, kembali beradaptasi juga di sana. Sampai pada akhirnya aku ditakdirkan untuk kembali ke Bandung untuk meneruskan enam tahun yang lainnya.

 

♣ Enam tahun di Bandung, tercatat mulai aku masuk ke perguruan tinggi sampai lulus.

Ada apa enam tahun di Bandung?

Dan apa setelah angka 6?

Selain Bandung adalah kota yang cantik dengan segala dinamikanya, Bandung juga menyediakan banyak pengalaman yang belum tentu didapat di kota lainnya. Enam tahun di sini membuka akan jadi diriku, apa kelebihan dan kekuranganku. Beruntungnya aku bisa kuliah dan berobat jalan dalam waktu yang bersamaan, di fakultas Psikologi.

Perjuangan yang begitu mengasyikkan di sini, banyak saksi yang menyaksikan dan menemani prosesku enam tahun di Bandung. Mungkin akan kuceritakan nanti.

Lalu ada apa setelah angka 6 di Bandung?

Sampai tulisan ini dibuat, aku masih menunggu jawabannya karena tulisan ini dibuat tepat setelah kelulusanku, setelah enam tahun kuliah di Bandung.

Semoga membuka dunia yang baru dan cerita yang asik.

 

♥ Untuk yang satu ini firasatku yang bicara, dengan hati dan penuh harap juga aku menulisnya. Apalagi jika bukan tentang cinta?

Beberapa kali aku menjalin hubungan serius sampai bertahun-tahun, akan tetapi selalu kandas sebelum di tahun ke-6. Untuk sebuah hubungan remaja pada saat itu menjalin hubungan bertahun-tahun menjadi prestasi, karena bisa bertahan selama itu.

Lalu apakah aku pernah menjalin hubungan sampai enam tahun?

Belum. Namun akan (semoga) dan menunggu jawaban setelah angka 6.

Sampai pada saat tulisan dibuat, aku masih menjalin hubungan dengan seorang wanita dengan usia hubungan hampir 4 tahun, dihitung sejak 2016. Dan kami sudah lama berdiskusi tentang kapan kemungkinan kami akan menikah, jawaban kami sama semoga kami dapat menikah di tahun 2021, namun tidak menutup kemungkinan untuk lebih cepat atau pun lebih lama.

Baru kusadari juga, jika rencana kami menikah di tahun 2021 itu adalah tahun ke-6 kami menjalin hubungan. Setelah itu dunia akan sangat berbeda, baru, dan mengasyikkan terlebih jika dihadapi berdua.

Untuk saat ini kami sedang dan akan terus berjuang untuk menemukan jawaban.

Bagi siapa pun yang membaca tulisan ini, terima kasih sudah membacanya dan mohon doakan, kami pun selalu mendoakan yang terbaik untuk para pembaca.

pp,840x830-pad,1000x1000,f8f8f8.u1

Mungkin akan ada cerita setelah angka 6 yang lainnya, atau jika kalian mempunyai cerita tentang angka-angka silakan ceritakan, sebarkan dan buat orang lain merasakannya.

 

 

Terima kasih.

Zamzami Nurrohmat

AKU INGIN MATI DALAM KEADAAN KIRI

Gambar oleh Yayak Yatmaka

 

[Mohamad Chandra Irfan]

 

jerit bayi di malam itu

lolongan anjing dari arah hulu

seketika menjadi beku

saat kepalaku dihantam kayu

saat kemaluanku disileti

betapa ngilu dan menyakitkan, Mak

 

malam itu, aku baru saja mengantar

emak pergi ke sumur, untuk berwudhu

belum sampai ke bibir pintu

emakku ditendang, sementara kulihat bapakku

diseret dari dalam rumah, bapak tidak berteriak

sedikit pun, mata bapak semakin memerah

ibu tersungkur ke tanah, wajahku banjir darah

 

bajingan!

 

di tangan mereka, yang punya senjata

nyawa manusia bagai tomat busuk

diinjak untuk kemudian dilemparkan ke sungai

 

aku jadi teringat apa yang dikatakan emak

selepas berwudhu malam itu; mereka tidak

butuh negara ini jadi sosialis, mereka hanya

butuh negara ini menjadi sangat kapitalis

 

karenanya, emak harus menjadi perempuan

yang melawan, dan bapak harus menjadi

laki-laki yang melawan juga—karena dengan

begitu, kita tidak terperangkap dalam pusaran

sejarah yang dimanipulasi

 

jerit bayi di malam itu

lolongan anjing dari arah hulu

seketika menjadi beku

saat kepalaku dihantam kayu

saat kemaluanku disileti

betapa ngilu dan menyakitkan, Mak

 

di pagi yang genting, di daun yang anggun

dan di hadapan angkatan darat

aku seorang manusia yang dibuang

dari tanah sendiri, dari air sendiri

serupa dendang seorang petualang

aku memimpin organisasi

mendorong petani, buruh, mahasiswa

kaum miskin kota, perempuan

untuk tidak buta politik

 

tapi sejarah di negeri ini

orang mau belajar sejarah yang benar

mau menegakkan ekonomi dan politik

beralaskan kerakyatan, akan ditumpas

oleh angkatan darat, ingat, sekali lagi

oleh angkatan darat

 

karena punya senjata

mereka sukanya menghabisi nyawa manusia

jerit bayi di malam itu

lolongan anjing dari arah hulu

seketika menjadi beku

saat kepalaku dihantam kayu

saat kemaluanku disileti

betapa ngilu dan menyakitkan, Mak

 

sejak malam itu

malam di mana di gang-gang sempit

di hutan-hutan, di pesisir pantai

di pegunungan, adalah parade darah

 

jika dulu dunia pernah banjir bandang

maka di malam itu adalah banjir darah

 

semua yang berhaluan kiri

bahkan PKI, harus mati

 

dunia mencatat

sejarah peperangan

tak ada yang segila itu

tapi di Indonesia

pembantaian 6 jam itu

benar-benar dilakukan

dalam tempo yang

sesingkat-singkatnya

 

aku sedang membayangkan

di tahun 65, tahun di mana

seluruh gerakan revolusioner

ditumpas habis

 

saat ini, di hadapan kalian

aku ingin menyerukan

sejarah mesti dikembalikan

pada yang sesungguhnya!

 

saat ini, di hadapan kalian

aku ingin menyampaikan

militerisme harus dihapuskan

isilah dengan budaya welas-asih!

 

kembali

 

jerit bayi di malam itu

lolongan anjing dari arah hulu

seketika menjadi beku

saat kepalaku dihantam kayu

saat kemaluanku disileti

betapa ngilu dan menyakitkan, Mak

mak, izinkan aku mati dalam keadaan kiri

memperjuangkan sejarah yang dikhianati!

 

 

2017

Mohamad Chandra Irfan alumni Pondok Pesantren KH. Zainal Mustahafa, Sukamanah, Tasikmalaya. Tercatat sebagai mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Fakultas Seni Pertunjukan, Prodi Teater. Menulis puisi, esai, lakon teater, meyutradarai dan menjadi aktor teater. Puisi-puisinya sempat dimuat di media massa, cetak dan online, lokal maupun nasional juga terhimpun dalam beberapa dalam antologi bersama. Aktif bergiat di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Daunjati ISBI Bandung, Sanggar Sastra Tasik (SST), BEM ISBI Bandung, Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (SORAK) Bandung, Zeus Theatron, dan Pembebasan Kolektif Kota Bandung (Pembebasan). 

Harus Tega Meninggalkan, Atau Tertinggal.

Kita harus tega meninggalkan mereka.

Tentu saja, jika tidak,  kita yang akan ditinggal oleh mereka, atau mereka yang lainnya. Manusia memang ditakdirkan untuk menjadi makhluk sosial, yang selalu bergantung kepada makhluk lainnya. Namun, ada saat-saat kita harus percaya pada diri sendiri dan melangkah sendiri.

Sejak kecil kita seringkali mendengar nasihat untuk bertemanlah sebanyak-banyaknya, dan pilih-pilihlah dalam berteman. Ada benarnya juga, melebarkan selebar-lebarnya pertemanan untuk kemudian belajar dari lebarnya pertemanan, dan menyeleksi mana yang akan terus diperjuangkan, bukan berarti memutuskan tali pertemanan yang tidak sesuai dengan kita.

Seiring berjalannya waktu, alam yang akan membantumu dalam menyeleksi sebuah pertemanan. Misalnya pada saat kita menjadi mahasiswa baru, semua orang di sekitar kita ajak kenalan, dijadikan teman. Kemudian dalam satu kelas akan mengurucut, mana yang akan kita pilih untuk menjadi teman “genk” kita, teman ngopi, teman diskusi tugas, teman bolos dan lain sebagainya.

Beberapa semester berlalu, mungkin dalam hitungan bulan, bahkan minggu. Kita akan berteman dengan teman-teman dalam suatu organisasi, ekstra maupun intra kampus. Teman-teman yang satu kelas yang waktu awal masuk sangat dekat, kemudian berkurang instensitasnya, kita akan lebih dekat dengan teman organisasi kita, karena kita pikir mereka orang-orang dengan satu pemikiran dan mempunyai pandangan, atau cita-cita yang sama.

Satu tahun, dua tahun berlalu. Teman-teman satu organisasi kita sudah mulai mempunyai teman lainnya, atau mungkin kita yang sudah melebarkan sayap pada pertemanan lainnya. Teman-teman satu organisasi kemudian berkurang intensitasnya karena kita sedang berteman dengan lingkaran teman lainnya, mungkin teman di tempat magang, atau mungkin pacar yang baru beberapa minggu jadian, tentu masih harum dan mekar-mekarnya. Waktu akan lebih banyak dihabiskan bersama pacar dan teman-teman di lingkaran lain mulai sedikit berkurang intensitasnya, atau bisa jadi sebaliknya, tergantung bagaimana selera kita dalam bergaul.

Sedangkan ternyata, satu demi satu teman satu kelas kita sudah ada beberapa yang siding skripsi, kemudian lulus. Kita pun mulai bernostalgia, “si A yang dulu di kelas pendiam” atau “dulu si A nih bolos bareng ke acara konser Sheila On 7, sekarang sudah lulus saja”, pada saat itu kita mulai merasa sedikit tertinggal atas kelulusan si A yang dulu menjadi teman sekelas.

Menjalin pertemanan itu perlu, dan harus. Namun kita pun perlu melihat dan meresapi apa niat kita di awal, mungkinkah ini bisa berjalan berbarengan, atau ini harus dilakukan seorang diri dan menjadi tanggung jawab diri sendiri. Oke jika pada suatu kelompok kita harus berjalan berbarengan dan mau bersama, namun pada hal lainnya misalkan pada studi perkuliahan, ini adalah tanggungjawab kita sendiri dengan orang tua atau siapapun yang membiayai dan memberi kepercayaan untuk kita kuliah. Pada saat itulah kita harus menjadi egois dan berani melangkah sendirian untuk diri kita sendiri dan orang-orang yang menanti kita di rumah.

Berlanjut setelah lulus, kita masuk dalam dunia pekerjaan. Kita memasuki fase awal lagi sebagai pekerja, atau orang membuat lapangan pekerjaan. Kita jalin relasi sebanyak-banyaknya, kita utaran visi, dan misi kita dalam bekerja dan target beberapa tahun ke depan. Misalkan saja kita masuk dalam suatu perusahaan, kita awal berkenalan dengan siapapun orang yang bekerja di perusahaan tersebut, kemudian mulai menciut lagi lingkar petemanan kita, kita akan berteman dengan orang-orang satu bidang kita, dan seterusnya.

Sampai pada akhinya kita akan menemukan satu teman yang akan menjadi teman abadi kita, sadar tidak ada yang abadi, setidaknya teman hidup, teman yang akan kita ajak dalam mengarungi bahtera rumah tanggga, dan teman yang akan menjadi alasanmu untuk pulang, keluarga.

 

 

Bandung, 2018.

 

 

  • siapapun yang membaca tulisan ini, saya haturkan terima kasih, dan silakan komentari untuk saran maupun kritiknya.

Filosofi Topi – bersama President Jancukers

Tag

, , , , ,

zamzaminr dan @president_jancukers
IMG_20180324_072406_885

Alasan pria bertopi adalah untuk mengendalikan pandangannya, memudahkan fokus, lebih mudah melihat ke bawah dari pada ke atas (karakter topi menentukan), bisa juga untuk bersembunyi seolah sunyi.


Pria bertopi agar isi kepalanya terlindungi
Selain terpatri di hati, namamu turut mengisi.. oh kekasih
Sungguh tak perlu helm SNI.

#sujiwotejo #berkamuphrase #kamuphrase #jancukers #sastrajendra #rahvana #menjadibejo #serattripama #talijiwo#drupadi_id #filosofitopi 

Hari Ini Aku Putuskan Untuk Kembali Di Jalan Indiealis.

Tag

, , ,

Hari ini aku putuskan untuk kembali di jalan indiealis.

Beberapa menit yang lalu aku baru saja menerima kabar di surelku, seperti biasanya berdoa dan berharap-harap cemas sebelum kubuka pesan tersebut. Sudah kupersiapkan juga apa yang akan aku lakukan jika pesan baik juga sebaliknya.

Benar saja dugaanku, kembali aku menerima penolakan naskah buku. Beberapa bulan yang lalu pun sudah pernah menerima penolakan di naskah buku yang berbeda, mungkin beberapa hari lagi juga akan menerimanya lagi di buku yang berbeda.

Sebelum aku mengajukan proposal penawaran naskah ini, aku sudah menduga-duga jika naskah buku ini tidak sedang pasar nikmati; artinya adalah tema da nisi dalam naskah ini memang bukan yang sedang banyak orang bicarakan, pun juga memang berisikan pikiran-pikiran dengan pandangan berbeda. Tidak seperti yang kebanyakan orang lihat, pantas saja jika tidak akan menjual. Hanya saja aku percaya, semua tulisan akan menemukan pembacanya sendiri. Maka dari itu aku putuskan untuk kembali mengambil jalur independent yang tak peduli apa kata pasar, biarkan begitu saja tersebar dan menemukan tuannya sendiri.

Belum pantas untukku menyerah. Memang naskah tersebut aku tulis bukan untuk pasar yang luas, hanya saja semua orang perlu untuk membacanya, agar bisa melihat dunia yang lebih luas seperti pikiran yang bebas kemana pun ia mau. Namun dunia ini belum siap, terlebih jik industry berbicara, dan pasar meminta.

Sudah, aku tidak ingin banyak bercerita, sudah terlalu kemana-mana.

Keadaan hati dan pikiran sedang tidak baik, aku putuskan untuk ngopi.

 

 

Terima kasih,

Zamzami Nurrohmat

Bandung, 2018